Memasuki era yang serba digital, santri dituntut untuk dapat menjadi pribadi yang aktif, produktif, dan inovatif, atau yang dalam istilah terkini kita dengar dengan sebutan santri milenial. Pondok pesantren sebagai tempat menimba ilmu para santri harus bisa menyeimbangkan antara pendidikan agama dan pendidikan produktif, terutama di bidang teknologi. Pondok pesantren perlu mengkombinasikan antara pengetahuan klasik dengan pengetahuan berbasis teknologi, bukan mengurangi ataupun menghilangkan, tetapi menambahkannya, karena ciri khas pesantren harus tetap dijaga. jika pendidikan di pondok pesantren hanya tetap mempertahankan pendidikan klasik saja. dikhawatirkan para santri akan tertinggal jauh di era digital saat ini.
Konsep pendidikan berbasis teknologi itu pun tidak mudah, apalagi pondok pesantren. Perlu metode atau cara khusus dalam mengkombinasikannya, perlu sumber daya manusia yang unggul, yang siap untuk dapat mengaplikasikannya. Hal tersebut merupakan pekerjaan rumah bersama dan perlu dilakukan sinergi antara pondok pesantren dan pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia yang unggul, yang mampu memajukan Indonesia.
Pada umumnya sebuah pondok pesantren memiliki pagar tembok yang mengelilingi kawasan pesantren yang memudahkan pengawasan terhadap santri. Hal ini lah yang menjadikan santri merasa kurang nyaman dan jenuh ketika berada di dalam pesantren. Dari sini lah perlu dilakukan evaluasi dan analisis, sekali lagi bukan untuk mengubah tetapi menambah. Perlu dicari jalan keluar bagaimana agar santri tidak merasa kurang nyaman dan jenuh di pondok pesantren, bagaimana agar santri bisa tahu dunia luar, bukan hanya luar lingkungan pondok pesantren saja tetapi juga tahu dunia luar yang lebih luas tanpa harus keluar. Cara yang bisa diimplementasikan adalah dengan memberi akses santri untuk dapat mengetahuodunia luar melalui teknologi. Pengasuh dan pengurus pondok pesantren perlu menyiapkan komputer dan internet agar santri dapat mengakses pengetahuan seluas-luasnya.
Penerapan teknologi dalam lingkungan pondok pesantren dapat mencetak santri yang unggul yaitu santri yang produktif, kreatif, dan inovatif. Selain itu, pada era sekarang, santri juga dituntut untuk menjadi santri milenial, yang siap masuk ke ranah industri 4.0. Untuk mencetak santri yang unggul, asatidz (pengajar di pondok pesantren) dituntut untuk mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang beragam sehingga seluruh potensi dan imajinasi santri dapat berkembang secara optimal. pada dasarnya setiap santri memiliki potensi kreatif yang harus dikembangkan agar mereka dapat lebih bergairah dalam menjalankan tanggung jawabnya. Menurut Parnes dalam bukunya Nursisto (2005) mengungkapkan bahwa kemampuan kreatif dapat dibangkitkan melalui masalah yang mengacu pada lima macam perilaku kreatif.
Untuk menjadi seseorang yang berguna diperlukan sifat inovatif maupun kreatif karena kedua hal tersebut sangat berkaitan dan berhubungan. Ada beberapa syarat untuk berfikir inovatif dengan baik dan benar agar menghasilkan karya baru yang positif. Pertama yaitu elastisitas yang tinggi yaitu berfikir secara luas dengan batasan-batasan norma dan agama agar tidak terlalu jauh dari jalur. Kedua yaitu produktivitas yang tinggi yaitu dapat menciptakan segala sesuatu yang baru tanpa henti tetapi tetap dalam batasan lalu memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap lingkungan sekitar dan yang terakhir adalah originalitas yang tinggi dengan tidak mengklaim atau mengakui hasil kreativitas orang lain serta benar-benar baru dari otak kita. Pemikiran Inovatif yang positif tentunya sangat diinginkan setiap semua masyarakat karena setiap orang memiliki hak asasi untuk berfikir tetapi tetap terbatas pada hak-hak orang lain karena itulah dalam berfikir inovatif jangan terlalu jauh menyimpang dari agama, adat, atau budaya yang kita anut agar ide atau inovasi yang kita buat dapat diterima secara baik oleh seluruh masyarakat.
Dari diskusi-diskusi diatas, untuk menjadi santri yang unggul membutuhkan proses dan perjuangan. Perlu kerja sama antara santri, pengurus, asatidz, pengasuh, dan pemerintah untuk mewujudkannya. Pengenalan teknologi bisa dimulai dengan memasukkan pelajaran tambahan, mengubah sistem atau metode pembelajaran, memanfaatkan teknologi sebagai media dan sumber pembelajaran. Bersinergi dengan pemerintah mengadakan pelatihan-pelatihan di bidang teknologi sebagai langkah percepatan menuju santri yang unggul.
Santri diarahkan untuk dapat berbagi info, gagasan dan pendapatnya dalam rangka mengenalkan pondok pesantren ke dunia luar, dalam rangka ikut serta mewujudkan perdamaian dunia. saat ini, bahasa internasional yang digunakan adalah Bahasa Inggris, pondok pesantren sudah banyak yang mulai berbagi informasi tetapi tidak banyak yang dapat dimengerti oleh orang-orang di luar Indonesia sesuai bahasa yang mereka pahami. Selain informasi, santri dapat memanfaatkan teknologi untuk media komunikasi, berkomunikasi dengan orang-orang yang membutuhkan pemahaman tentang dunia pesantren dan juga tentang islam.
Sistem pendidikan pondok pesantren perlu bertransformasi, membuka kesempatan untuk orang-orang di luar Indonesia mempelajari atau belajar di pondok pesantren. Mengenalkan pondok pesantren kepada dunia, bukan mengubah pondok pesantren menjadi tempat wisata, tetapi mengubah pondok pesantren menjadi gerbang ilmu, mengenalkan indahnya perdamaian, lebih bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat, saling toleransi, gotong royong, tingginya pendidikan moral dan adab, itulah yang perlu dunia tahu, bahwa melalui pondok pesantren, perdamaian dunia bisa diciptakan. Pondok pesantren bukanlah tempat untuk mencetak teroris, tapi pondok pesantren adalah tempat untuk mengenalkan perdamaian yang paling strategis.