dok. Freepik |
Era Doble Distruption
Dewasa
ini tidak dapat dipungkiri bahwa kita telah berada pada era society 5.0. Jika pada era revolusi
indutri 4.0 ketersediaan teknologi begitu tinggi, adanya tren otomasi dan
pertukaran data, maka pada era revolusi industri 5.0 berfokus pada bagaimana
manusia mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang ada. Prinsip
dasarnya adalah tentang bagaimana peranan manusia itu sendiri bersama teknologi
yang telah tercipta.
Adanya
era society 5.0 dengan berbagai
distrupsi yang turut mewarnai sekarang pun juga dibarengi dengan adanya pandemi
Covid-19 yang telah hampir dua tahun ini melanda Indonesia dan mendampak pada
semua aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan maupun lainnya.
Hadirnya pandemi Covid-19 tersebut membawa pula distrupsi dalam kehidupan di
era ini, sehingga dapat dikatakan kita sedang berada pada era doble distruption.
Pada
era ini, mau tidak mau kita memang harus beradaptasi. Setiap kita harus
mengupayakan untuk meng-upgrade kemampuan
serta mempersiapkan mental terhadap perubahan yang sedang terjadi ataupun yang
mungkin saja akan terjadi. Mengingat konsep belajar sepanjang hayat menyadarkan
kita untuk terus belajar, sehingga dalam kondisi apapun kita akan tetap dapat
menyesuaikan diri.
Seperti
halnya di era doble distruption ini,
kita dihadapkan pada teknologi yang begitu banyaknya serta adanya pandemi yang
mengharuskan adanya pembatasan sosial. Maka sudah pasti langkah yang dapat kita
lakukan adalah bagaimana kita dapat memaksimalkan manfaat dari teknologi yang
ada guna menunjang kehidupan di era doble
distruption ini.
Manfaat dan Bahaya Media Sosial
Media
sosial merupakan wadah dalam jagad maya yang menawarkan begitu banyak kemudahan
dan hal-hal menarik di dalamnya, meskipun juga tidak dipungkiri ada banyak juga
dampak negatif padanya. Salah satunya yang diangkat dalam film dokumneter
berjudul “The Social Dilemma” yang menceritakan tentang begitu menyeramkannya
media sosial. Media sosial telah mampu membuat pengunanya kecanduan dan tidak
dapat lepas darinya, karena media sosial dengan algoritma yang dirancang mampu
menyuguhkan apa-apa yang memang diminati oleh masing-masing penggunanya.
Kendati
demikian, jika berfokus pada hal-hal negatif dari media sosial lalu enggan
untuk menggunakannya, maka dapat dipastikan dapat tergerus oleh zaman dan media
sosial tersebut tetap akan berkembang pesat dengan isian konten-konten yang
tidak dapat dipastikan bahwa semua positif, karena faktanya memang ada begitu
banyak konten negatif di media sosial.
Catatan
Kominfo pada tahun 2019 menyebutkan bahwa terdapat 500.000 aduan konten negatif
di media sosial. Data tersebut menggambarkan betapa bahayanya media sosial. Untuk
itu, diperlukan konten-konten positif dalam media sosial untuk menangkal adanya
konten-konten negatif tersebut.
Sekarang ini banyak pendakwah milenial pesantren yang telah membuat akun-akun media sosial dengan menuangkan konten-konten positif sehingga dapat menjadi salah satu satu langkah untuk menangkal adanya konten-konten negatif di media sosial.
Berdakwah Melalui Media Sosial
Dakwah
merupakan kewajiban bagi setiap muslim, tidak hanya untuk seorang ustadz atau
ustadzah saja yang berkeharusan untuk berdakwah. Tetapi, setiap kita, seorang
muslim memiliki peran untuk melakukannya.
Sekarang
ini, sangat sempin sekali jika dakwah hanya dilakukan di dunia nyata saja tanpa
turut serta masuk dalam jagad maya. Dakwah pendidikan Islam perlu masuk dalam
dunia media sosial sebagai upaya untuk menangkal hal-hal buruk yang ada di
dalamnya, seperti tentang tata cara beretika baik etika dalam kehidupan
sehari-hari di dunia nyata dan juga di dunia nyata misalnya berkomentar dan
berargumentasi. Selain itu, dengan turut serta masuk dalam dunia maya maka
dakwah yang disampaikan akan dapat tersebar luas, tidak terbatas ruang dan
waktu.
Dakwah
melalui media sosial merupakan salah satu langkah bijak dalam menyikapi
perkembangan teknologi yang kiat pesatya. Dengan begitu, nilai-nilai positif
pada dakwah akan tetap mengitari kita sekalipun kita seedang beraktivitas di
dunia maya.
Media
sosial dengan fitur-fitur yang dimiliki dan terus berkembnag dari hari ke hari
memberikan tawaran menarik bagi pendakwah dalam menyebarkan konten-konten
dakwah yang positif bagi para pengguna media sosial. Meskipun kita bukan
merupakan ustadz atau ustadzah bukan berarti kita tidak dapat berdakwah. Ada
sebuah kalimat berbunyi “dakwah itu bukan
sebuah profesi, tetapi profesi yang kita miliki dapat menjadi jalan untuk
berdakwah”. Sebagai contoh seseorang yang berprofesi sebagai desain grafis
yang membuat ilustrasi menarik yang memuat konten dakwah yang telah disampaikan
oleh seorang ulama misalnya, maka seorang tersebut pun juga melakukan dakwah
dengan profesi yang dimilikinya.
Media
sosial jutru memberikan wadah bagi siapa saja untuk melakukan dakwah dan
menyebar luaskannya sehingga akan ada begitu banyak yang dapat mengambil nilai positif dari dakwah tersebut. Sekali
lagi, aktivitas dakwah pun harus beradaptasi dengan perkembangan yang ada,
dakwah pun harus masuk dalam dunia maya juga. Karena jika tidka demikian, media
sosial tersebut akan tetap berkembangan dan bertambah pula penggunanya.
Mengingat
sebuah ungkapan dari Ali bin Abi Thalib “Ajarilah
anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan
pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian
diciptakan untuk zaman kalian”. Ungkapan tersebut dapat diadopsi dalam
menyikapi perkembangan media sosial yang ada. Pendakwah ataupun diri kita pada
umumnya pun juga perlu berdakwah di media sosial, karena sekarang adalah eranya
demikian. Berbeda dengan dahulu yang kegiatan dakwah adalah berkumpul dalam
suatu majelis dalam satu ruang yang sama dan dalam waktu yang terbatas.
Ada
banyak cara yang dapat digunakan oleh pendakwah di medai sosial, tidak hanya
berdakwah bil-Kalam atau bil-Kitabah saja, melainkan juga dapat
menggunakan metode audio visual, ilustrasi bergambar maupun bentuk yang lainnya
asalkan tidak lepas dari esensi dakwah itu sendiri. Bahkan sekarang ini, media
sosial yang viral salah satunya yaitu Tik-Tok dengan jenis konten-konten berupa video-video
singkat pun dapat digunakan sebagai media berdakwah di media sosial. Pendakwah
dapat membuat konten Tik-Tok berisikan nilai dakwah yang dikemas secara ringan sehingga
dapat diambil manfaatnya oleh pengguna yang menonton.
Selain
itu, media sosial juga dapat menyebarkan manfaat dengan luas tanpa terbatas
jarak dan waktu. Misalnya sebuah kitab atau buku yang mungkin saja tidak banyak
dibaca banyak orang. Dengan memanfaatkan media sosial kita pun dapat membagikan
isi dari kitab tersebut sehingga dapat diketahui banyak orang. Sebagai contoh
misalnya suatu kitab yang memuat tentang bagaimana beretika, bergaul dengan
teman, berinteraksi dengan lawan jenis, hidup rukun dan sebagainya dapat
dikemas dalam sebuah ilustrasi bergambar yang dapt dibagikan di media sosial,
sehingga pengethuan tersebut dapat diketahui oleh pengguna media sosial yang
melihatnya. Selain itu, sekarang ini juga banyak film-film pendek Islami yang
memuat nilai-nilai dakwah dan dibagikan di media sosial.
Tidak
hanya itu, sekarang ini juga bnayak ulama-ula yang memiliki media sosial guna
berdakwah di dalamnya, baik akun dikelola pribadi maupun dikelola oleh seseorang
kepercayaannya. Misalnya ulama-ulama mulai memiliki youtube yang isisnya konten
ceramah-ceramah. Hal tersebut merupakan langkah baik, selain dapat menjangkau
luas, dengan mengunggah konten ceramah tersebut di media sosial juga dapat
menjadi tempat menyimpan sehingga sewaktu-waktu dapat diputar atau disaksikan
lagi oleh seseorang yang ingin menontonnya dan mencari nilai positif di
dalamnya.
Penulis : Khilda Nur Lutfiyana