dok. Freepik |
A. Pro dan Kontra Media Sosial Sebagai Platform Dakwah
Media sosial kini menjadi bagian yang tidak bias dilepaskan dari kehidupan
masyarakat terutama generasi milenial. Di Indonesia, media social menjadi
tujuan utama untuk mengakses informasi oleh generasi milenial, tak hanya berita
atau gossip saja, saat ini banyak para penggiat dakwah yang menggunakan media
social untuk menyebarkan edukasi, pesan dan konten bermanfaat yang berkaitan
dengan agama dan akhirat.
Dakwah adalah suatu usaha untuk mengajak, menyeru dan mempengaruhi manusia
agar selalu berpegang pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Usaha mengajak dan mempengaruhi manusia agar pindah dari
satu situasi ke situasi lain, yaitu situasi yang jauh dari ajaran Allah menuju
situasi yang sesuai dengan petunjuk Allah, adalah merupakan kewajiban bagi kaum
muslimin dan muslimat.[1]
Di instagram, twetter, facebook dan youtube sudah banyak akun-akun yang
berfokus untuk menyebarkan konten-konten Islam sehingga dapat dengan mudah di
akses oleh pengikutnya. Kita patut mensyukuri hal ini sehingga mereka yang
susah menghadiri majelis ilmu seperti ditempat yang jarang ada mejelis ilmu, terhalang
hadir karena sakit, atau untuk para wanita yang memang dianjurkan untuk tidak
banyak keluar dan banyak berdiam diri diruamh sesuai kodratnya bisa dengan
mudah memperoleh akses ilmu agama.
Tapi terkadang tidak semua konten dakwah Islam yang terdapat di internet
bisa kita percayai, karena saat ini banyak konten-konten dakwah yang seudah
melenceng dari syariat Islam serta banyak disisipi hoax, tidak hanya itu,
konten tersebut juga sering ditanamkan paham radikelisme. Sebagai pengguna
media sosial yang baik, tentu kita harus bisa dengan bijak menyikapi hal
tersebut agar tidak terjerumus kedalam hoax atau paham radikalisme extreme yang
tentunya sudah melenceng jauh dari tujuan para pendakwah Islam dan dapat
memecah kesatuan bangsa Indonesia.
B.
Menyikapi Penyebaran Radikalisasi di Media Sosial
Raikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan
kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka.[2]
Dalam konteks Indonesia, gerakan radikalisme Islam semakin mendapat tempat
bersamaan dengan euforia kebebasan era reformasi di negeri ini. Kelompok radikal
dipastikan masih tetap ada dan terus menyebarkan paham radikalisme. Terbukti
pada beberapa tahun terakhir ratusan orang tertangkap. Mereka dengan fasih
menggunakan dalil-dalil agama untuk mempromosikan ideologinya.[3]
Melalui media sosial, banyak kelompok-kelompok radikal yang menyebarkan
pengaruhnya di internet. Hal ini
tentunya akan membuat siapa saja yang terpengarung membawa dampak negatif bagi
kedaulatan bangsa Indonesia. Cara menyikapi hoax dan paham radikalis sendiri kita harus selalu berhati-hati
terhadap setiap berita ataupun konten dakwah yang tersebar di internet, jangan
gegabah menerima informasi tersebut mentah-mentah, jangan langsung percaya
terhadap suatu berita sebelum kita mengecek terlebih dahulu kebenarannya. Untuk
mencegah masuk dan berakarnya paham radikalisme, keluarga terutama orang tua
harus punya peran yang kuat.
C.
Fenomena Click Activism
[1] Imas Mutiawati, “Dakwah Di Media Sosial (Studi Fenomenologi Dakwah Di
Instagram),” Jurnal Dakwah Dan Komunikasi
2, no. 3 (2018): 1–151, http://eprints.walisongo.ac.id/9496/1/SKRIPSI LENGKAP.pdf.
[2] Sun Choirol Ummah, “Akar Radikalisme Di Indonesia,” Humanika Ummah, Sun, no. 12 (2012): 112–24,
https://journal.uny.ac.id/index.php/humanika/article/view/3657.
[3] Kurdi Fadlan, “Kontra-Radikalisasi Agama Pusat Studi Al Quran” 10 (2020):
48–73.
[4] Andreas Ryan Sanjaya, “FENOMENA PETISI ONLINE PADA SITUS CHANGE.ORG
DIKALANGAN JURNALIS,” Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FISIP Unsyiah, no. 2010 (2008): 85–99.