Media sosial
saat ini merupakan hasil pengembangan media belajar ataupun dakwah yang mana
hal ini lebih menarik perhatian masyarakat. Da’i-da’i saat ini berusaha
memanfaatkan momentum ini untuk menyebarkan ajaran Islam dengan hal yang baru.
Fenomena da’i yang melakukan dakwah di media sosial ini setidaknya didasari
atas 3 hal yaitu keinginan untuk menjawab keresahan umat secara global,
inisiatif invidu untuk menyebarkan ajaran Islam, dan sebagai kritik sosial
terhadap permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi. Secara tidak langsung,
data ini menunjukkan bahwa antusias masyarakat muslim di Indonesia terhadap
ajaran agama mereka sudah mulai meningkat yang tentunya ini akan berdampak pada
kekuatan aspek spiritual dan keilmuan mereka. Namun disisi lain, fenomena ini
masih menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat sehingga perlunya diskursus
lanjutan dalam mengurai hal ini. Secara garis besar permasalahan pro kontra
dakwah ini hanya berkutat pada aspek objek dakwah dan materi dakwah itu
sendiri.
Memang
secara kuantitatif, dakwah melalui media sosial ini akan jauh lebih berhasil
daripada dakwah secara konvensional seperti tabligh akbar, pengajian di
musola-musola, dan lain sebagainya jika kita berkaca pada objek dakwah saat ini
yaitu generasi Z. Hal ini dikarenakan dakwah melalui media sosial ini dapat
dikemas dan dikreasikan sedemikian rupa agar konsumen tidak merasa jenuh dengan
materi dakwah yang mereka terima. Hal selanjutnya masih dari segi kuantitas
sasaran dakwah ini, media sosial melalui platform instagram, whatsapp,
youtube, dan facebook ini memiliki kelebihan dalam menjangkau
masayarakat secara global bukan lagi lingkup lokal. Jelas hal ini merupakan
suatu kemajuan peradaban Islam yang baik karena dakwah bisa terealisasi secara
merata walaupun tidak secara instan. Adanya media sosial ini juga memberikan
dampak positif bagi da’i-da’i untuk beradaptasi terhadap perkembangan zaman
sehingga mampu menjawab tantangan kemerosotan karakter dan lemahnya pengetahuan
masyarakat di dunia maya. Pemanfaatan media sosial sendiri sebagai media dakwah
sejatinya menjadi penyeimbang terhadap konten-konten yang justru merusak
karakter serta meniadakan fungsi ajaran-ajaran agama bagi kehidupan
bermasyarakat.
Sebaliknya,
dakwah melalui media sosial ini menuai kritik dan kontra oleh berbagai kalangan
dikarenakan dakwah akan kehilangan esensinya sebagai strategi penyebaran ajaran
Islam yang ramah. Hal tersebut bukan hanya praduga semata sebab ketika kita
melihat kondisi nyata di media sosial saat ini ternyata pembuat konten dakwah sulit
dibedakan antara yang benar-benar untuk tujuan amar ma’ruf atau justru mencari
ketenaran. Problem ini tentunya memiliki akibat yang berkelanjutan yaitu
timbulnya perdebatan-perdebatan dan perpecahan oleh golongan muslim itu sendiri
sehingga yang awalnya dakwah bertujuan mencerahkan justru terkesan melakukan
pembelaan atas kebenaran sepihak dan menyalahkan. Selain itu, mudahnya akses
terhadap pembuatan akun di media sosial menjadi salah satu bahaya dakwah sebab
setiap orang bisa dengan mudahnya membagikan informasi yang mereka sendiri
tidak menguasai dispilin ilmu tersebut.
Penyalahgunaan
media sosial dalam berdakwah untuk menjatuhkan da’i ataupun ulama yang berbeda
pendapat juga menjadi salah satu aspek dakwah melalui platform dunia maya ini
menuai kritik. Seharusnya dalam dakwah di media sosial yang harus ditampilkan
adalah Islam yang rahmatan lil ‘alamiin dengan memasukkan konten-konten
yang berisi motivasi dan jawaban terhadap masalah yang muncul di masyarakat
bukan masalah-masalah yang debatable. Kita bisa lihat pada iklim media
sosial akhir-akhir ini justru yang terpampang adalah adu kebenaran dan saling
memberikan pembelaan terhadap pendapat mereka masing-masing sehingga
menimbulkan keresahan dan membuat citra Islam yang intoleran. Dakwah melalui
media sosial juga rawan dengan adanya potongan-potongan statement kiai
ataupun ustadz tentang isi kajian yang diberikan sehingga menimbulkan
multitafsir dan kesalahpahaman bagi netizen.