Radikalisme merajalela di Media Sosial
Sebelum membahas mengenai
pergerakan radikalisme di media sosial, terlebih dahulu kita ketahui bahwa
radikalisme adalah paham atau ideologi yang menuntut perubahan dan pembaruan
sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan.[1]
Sedangkan media sosial adalah sarana komunikasi online dimana para penggunanya
saling berinteraksi, memberi informasi, dan saling bergaul di dunia maya. Terdapat
sebuah pendapat mengenai pengertian media sosial yakni menurut Sam Decker,
bahwa media sosial adalah media digital yang dibuat untuk berkomunikasi antar
dan oleh satu sama lain.[2]
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini media sosial sudah menjadi sebuah
kebutuhan. Hampir seluruh kegiatan masyarakat ketika memiliki waktu luang
adalah, bermain gawai dan berkutat dengan sosial media. Namun, sering kali
dalam menggunakan media sosial seseorang tidak kritis dalam menerima sebuah
informasi, hingga akhirnya jatuh kepada pemahaman yang salah.
Menurut Bridgen Ibnu Suhaendra
selaku analis utama Detasemen khusus 88 antiteror mengatakan bahwa media sosial
saat ini menjadi sarana yang subur bagi penyebaran radikalisme, intoleransi,
dan terorisme di Indonesia[3].
Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan saat ini media sosial sudah merambah
keseluruh lapisan masyarakat, mulai dari remaja hingga orang dewasa. Sasaran
utama yang dituju adalah anak muda pada rentang usia 17-24 tahun, dikarenakan
pada usia ini seseorang masih dalam tahap mencari jati diri dan menggali
informasi sebanyak-banyaknya serta cenderung energik dalam melakukan suatu
aksi. Sedangkan saat ini hampir seluruh anak usia tersebut sudah memiliki akun
sosial media. Oleh karena itu, pemahaman radikalisme dapat tersebar dengan
mudah dan mencakup relasi yang sangat luas baik dari dalam maupun luar negeri.
Boas Simanjuntak selaku anggota
peneliti terorisme mengatakan bahwa platform media sosial menyebarkan
berbagai macam ideologi radikalisme secara terbuka maupun tertutup.[4]
Pertama, dengan cara terbuka yang banyak terdapat di Instagram dan Facebook,
yakni berbentuk konten dan narasi yang mengajak anak muda untuk melakukan
perubahan dengan menggunakan bahasa yang halus dan berbau ajakan untuk
melakukan pemberontakan, serta memuat isu-isu ketidakadilan untuk memantik kaum
muda agar ikut serta dalam melakukan aksi kekerasan. Kedua, dengan cara
tertutup, cara ini kerap terjadi pada media sosial Telegram, Boas mengatakan
jika terdapat grub yang isinya adalah orang-orang yang tergabung dalam penyebaran
radikalisme, dalam grub tersebut seseorang akan melalui proses perekrutan
terlebih dahulu untuk dapat bergabung dalam komunitas radikal.
Dengan berbagai macam kelebihan media
sosial untuk menyebarkan paham radikalisme, maka hal ini menjadi suatu peluang untuk
terus dikembangkan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para kelompok
radikal. Lemahanya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai suatu informasi
menjadikan kesempatan besar untuk menaruh berbagai macam pemahaman, isu, dan
propaganda. Disisi lain, anak-anak muda saat ini lebih mempercayai berita yang
belum jelas kebenarannya yang ada di media sosial. Mereka menganggap bahwa hal
itu merupakan suatu kebenaran dan pantas diikuti, karena bukan hanya sesuai
dengan keadaan yang cenderung labil, namun media yang digunakan dianggap
canggih dan mereka menganggap jika suatu hal canggih kebenarannya adalah
mutlak.
Upaya Pendidikan Islam dalam mengatasi radikalisme
Permasalahan mengenai maraknya
radikalisme yang beredar luas dan lincah di media sosial menjadikan kita selaku
umat Islam miris dengan keadaan yang ada. Ditambah lagi penduduk Islam terbesar
di dunia terdapat di negara kita. Hal ini mengakibatkan Indonesia adalah
sentral terbesar yang akan dijadikan objek penyebaran paham radikal. Disinilah
peran dan upaya pendidikan Islam dibutuhkan. Penerapan moral, akhlak, sikap,
dan norma keislaman harus digerakkan kembali. Berikut upaya pendidikan islam
dalam mengatasi radikalisme di media sosial.
Hubbul Wathon Minal Iman
"Cinta tanah air adalah
sebagian dari iman". Harus dipastikan dalam diri setiap umat muslim
memiliki sikap tersebut. Hal ini berindikasi besar dalam persatuan sebuah
negara. Sebuah negara yang kuat pasti didalamnya terdapat persatuan yang hebat.
Seperti halnya para founding fathers
dalam menggemakan persatuan dan cinta tanah air adalah sebuah kewajiban.
Selaku pendidik, upaya yang dapat
diterapkan di dalam media sosial adalah menggencarkan konten keislaman yang
sesuai dengan jiwa nasionalisme. Menurut Hamidulloh Ibda, sikap cinta tanah air
harus diterapkan dalam dunia pendidikan islam agar terwujud penerus yang setia
kepada Indonesia.[5] Diharapkan
dengan menerapkan spirit hubbul wathon minal iman dalam
nasionalisme, akan menjadikan masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang plural
dan menjunjung tinggi integritas sebagai identitas.
Hablum
minannas dan Tasamuh
Menjalin hubungan kepada sesama
manusia dan toleransi antar umat beragama merupakan salah satu kunci
terciptanya sebuah kerukunan dan persatuan. Salah satu konsep pendidikan Islam dalam
menjaga hubungan baik terhadap sesama adalah hablum minannas. Allah SWT telah mengatur mengenai hal ini dalam
surat Ali Imran ayat 112, dimana seseorang akan ditimpakan dengan suatu
kehinaan kecuali yang berpegang pada agama Allah dan perjanjian manusia.
Dari kandungan ayat tersebut dapat
disimpulkan jika perjanjian dengan manusia adalah hubungan baik antar umat.
Begitu pula dengan tasamuh atau toleransi juga merupakan bagian dari hablum minannas yang perlu dijaga.
Mengingat Indonesia adalah negara yang majemuk maka aspek ini wajib untuk terus
kita jalankan. Upaya Pendidikan islam dalam hal ini yaitu, menjalin hubungan
baik dengan sesama manusia baik dalam satu agama maupun dengan umat agama lain.
Saling bekerjasama dalam membentuk komunitas plural di media sosial, sehingga
akan tumbuh generasi yang selaras dengan ajaran islam, nasionalis, dan tidak
mudah goyah di adu domba oleh kaum radikalis.
Tabayyun
Sikap yang perlu dimiliki oleh
seorang muslim ialah tabayyun. Ketika
kita mendapatkan suatu informasi baru yang dirasa belum yakin akan
kebenarannya, haruslah kita melakukan tabayyun
(mengkonfirmasi). Dalam mengkonfirmasi suatu hal baru kita dapat bertanya
langsung kepada orang yang sudah kita anggap mampu dalam hal tersebut.
Misalnya, tokoh masyarakat, guru, pemimpin suatu organisasi, dll. Dalam ajaran
islam tabayyun sudah dijelaskan dalam surat Al-Hujurat ayat 6, yaitu
perintah untuk meneliti kembali mengenai kebenaran suatu berita atau informasi
yang didapatkan dari seseorang.
Melalui kandungan ayat tersebut
dapat dipahami bahwa ketika seseorang mendapatkan suatu informasi hendaklah
memeriksa terlebih dahulu kebenaranya agar tidak salah dalam menerima. Dalam
aspek media sosial, kita dapat menerapkan sikap ini dengan cara mencari
berbagai macam literasi resmi dan membaca artikel yang terpercaya. Oleh karena
itu, penting untuk kita terapkan sikap tabayyun
dalam beraktivitas agar terjauhkan dari berbagai macam fitnah dan kebohongan
informasi dunia maya yang semakin menyebar luas.
[1]Sunarto, Andang. 2017. Dampak Media Sosial Terhadap Radikalisme
Volume X No 2. Bengkulu: IAIN
Bengkulu. Hal 129.
[2]
Phurboastuti, Arum Wahyuni.
2017. Efektivitas Media Sosial sebagai
Media Promosi Volume 12 No 2. Tirtayasa Ekonomika. Hal 214.
[3]
Salim, Hanz Jimenez. 2021.
“Waspada, Media Sosial Masih Jadi Sarana radikalisme dan Terorisme”. https://m.liputan6.com/cek-fakta/read/4571207/waspada-media-sosial-masih-jadi-sarana-penyebaran-radikalisme-dan-terorisme, diakses pada 19 September 2021
pukul 20.56.
[4]
Ristianto, Christoforus.
2019. ”BIN Sebut Target Utama Paham Radikalisme Usia 17-24”. https://amp.kompas.com/nasional/read/2019/08/10/20234011/bin-sebut-target-utama-penyebaran-paham-radikalisme-usia-17-24,
diakses pada 19 September
2021 pukul 20.56.
[5]
Ibda, Hamidulloh. 2017. Konsep Hubbul Wathan minal Iman dalam
Pendidikan Islam Sebagai Ruh nasionalisme Volume 19 No 2. Temanggung:
STAINU. Hal 268.