Dakwah
merupakan ajakan, panggilan atau seruan yang dilakukan dengan suara, kata-kata
dan perbuatan. Maksud dari ajakan tersebut ialah usaha pendakwah (da’i)
dalam mengajak seluruh umat manusia untuk lebih mengetahui tentang pencipta dan
agamanya serta dituntun menuju jalan kepada Allah SWT. Dakwah berisikan
pesan-pesan islami yang menghimbau umat manusia menjauhi perlakuan tercela.
Untuk mencapai suatu keefektifan dalam berdakwah, dibutuhkan unsur-unsur dakwah
yang terdiri atas da’i atau orang yang menyampaikan dakwah melalui lisan
ataupun tindakan. Mad’u, yaitu orang yang menerima, mendengarkan, dan
menindaklanjuti dakwah. Maddah, merupakan materi dakwah yang akan
disampaikan da’i kepada mad’u. Wasilah, merupakan media
atau alat yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan dakwah. Thariq,
yaitu metode-metode dakwah yang digunakan da’i untuk menyampaikan pesan
dakwahnya agar dapat dipahami dan tersampaikan dengan baik kepada mad’u.
Dakwah
yang efektif ialah bagaimana dakwah tersebut memberikan pengaruh dan hasil
kepada pendengarnya sesuai apa yang diinginkan atau disampaikan pendakwah.
Efektivitas dakwah dapat dinilai berdasarkan dari berbagai sudut pandang serta
tergantung pada siapa yang menerapkannya. Dari sudut pandang komunikasi, dakwah
dapat dikatakan efektif apabila penyampaian dakwah memuat hal-hal seperti,
penerimaan cermat dari isi stimulasi sesuai yang dimaksudkan pembicara atau
pendakwah. Kesenangan, yaitu pendengar merasa senang terhadap apa yang
disampaikan. Berpengaruh, yaitu dapat memengaruhi sikap dan perasaan
pendengarnya dengan menggunakan manipulasi psikologis sesuai dengan keinginan
pendengar sendiri. Membentuk hubungan sosial yang baik dan dapat menghasilkan
tindakan yang nyata. Dari paparan diatas, dapat dimaksimalkan kegiatan dakwah
tersebut, menggunakan media sosial yang semakin masif perkembangannya pada
zaman sekarang.
Di
era digital, segala aspek dakwah Islam memang butuh interpretasi ulang agar
dapat ditransformasikan menuju arah baru yang lebih sesuai dengan spirit era
digital. Alasan utamanya adalah untuk menangkal ketidaktahuan budaya akibat
ketidakmampuan menyaring dan beradaptasi terhadap derasnya arus informasi di
era digital. Oleh karena itu, dakwah Islam membutuhkan kecakapan para da’i untuk memaksimalkan potensi digitalnya
dalam penyediaan konten dakwah.
Dakwah di era digital bukan tanpa problem.
Salah satunya adalah interpretasi ulang oleh mad’u atau pesan dakwah, di
mana mad’u memiliki otoritas untuk menafsir ulang pesan dakwah sesuai
kapasitas masing-masing, dan pada saat bersamaan, seorang da’i tidak
mampu mengontrol. Dakwah diera digital, adalah aktualisasi diri seorang da’i
dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya, namun juga pada saat bersamaan
ada peran mad’u yang otonom dan independen.
Namun begitu, dakwah digital tidak dapat
disempitkan sebagai menunggangi teknologi media informasi untuk kepentingan
dakwah Islam. Sementara pada sisi lain, dakwah Islam dimaknai sebagai
penyampaian pesan secara verbal. Desain grafis dan audio visual merupakan hal
yang harus dikuasai oleh da’i muslim era milenial ini, agar mudah
dicerna oleh pendengar karena pengemasan yang variatif.
Kontribusi besar perkembangan era digital
kepada optimalisasi fungsi dan pemanfaatan kitab kuning, tidak saja digarap di
dunia pendidikan melainkan juga di dunia dakwah. Dakwah digital yang berbasis
kitab kuning ini menunjukkan betapa para kiai dan kaum santri telah berjuang
menyebarkan konten-konten islami melalui platform digital dan meningkat pesat
berkat perkembangan perangkat digital.
Dakwah kiai di media sosial bukan hanya
sebatas mentransfer ilmu belaka. Namun harus dilengkapi dengan kontrol konten
dakwah yang ditampilkan, agar sesuai dan tidak menyeleweng dari pesan dakwah
yang dimaksudkan. Tema akhlak dan moralitas yang ditampilkan pun harus sejalan
dengan kondisi sosial masyarakat saat itu.
Hadirnya
internet sebagai media baru dengan interaktivitas dan konektivitas yang tinggi
dewasa ini telah memungkinkan pengembangan aktivitas dakwah yang lebih maju dan
membedakannya dengan pola konvensional. Dakwah menjadi lebih mudah, tak
terbatas ruang dan waktu serta murah dan terbuka. Dimensi dakwah dalam media berbasis
internet merupakan tanda dari proses kebudayaan secara meluas, yang menyangkut
ruang partisipasi dakwah yang terbuka.
Dakwah melalui platform digital disampaikan
dengan cara-cara simpatik, bijaksana dan lebih humanis. Sebagai media, internet
tidak hanya dipandang sebagai media dalam konteks sarana, tetapi juga sebuah
lingkungan tersendiri. Media digital dipandang sebagai agen yang mampu menjadi
sarana atau saluran penyebaran gagasan atau pesan-pesan keagamaan. Internet
bukan hanya teknologi komputer berjejaring, melainkan sebuah sistem
tekno-sosial yang secara dinamis terus memunculkan kualitas-kualitas baru.
Fenomena aktualisasi dakwah menggunakan
internet saat ini telah memberikan suatu paradigma baru mengenai kesuksesan
dakwah. Dengan memahami fenomena tersebut maka keberadaan internet sebagai
media dakwah telah menjadi kebutuhan. Sehingga para ulama, da’i, dan
para pemimpin Islam segera melakukan langkah-langkah strategis untuk menjaga
dan mentarbiyah generasi muda agar siap dan matang dalam menghadapi serangan
negatif dari media internet. Salah satu cara menghadapi serangan negatif internet
dengan membuat jaringan-jaringan tentang Islam. Dengan demikian, ketika para mad’u
mencari informasi keagamaan melalui internet, mereka dengan mudah mendapatkan
informasi tersebut melalui situs dakwah Islam. Namun, juga perlu diwaspadai
situs-situs yang mengatasnamakan “Islam” namun sesungguhnya materi dan
penyampaiannya jauh dari ketentuan Islam.