Penulis : Muhammad Najwa Maulana (HMJ PAI Angkatan 2020)
Setelah kita membahas pengertian ilmu faroid dan tirkah, pada
kesempatan kali ini kita akan membahas bagaimana sistem pembagian warisan pada
zaman jahiliyyah dan permulaan Islam. Jauh sebelum Allah menurunkan ayat yang
membahas mengenai pembagian harta waris ternyata sudah ada sistem pembagian
warisan pada masa permulaan Islam, bahkan pada zaman jahiliyyah. Lalu seperti
apakah sistem pembagian warisannya?
Sistem pembagian warisan pada zaman jahiliyyah
Pada zaman jahiliyyah ada tiga sebab seseorang bisa menjadi ahli waris:
1.
Nasab
pembagian
warisan melalui sebab nasab pada zaman jahiliyyah hanya diperuntukkan untuk
anak laki-laki, sedangkan anak perempuan tidak mendapat harta warisan. Pada
zaman jahiliyyah, seorang laki-laki dapat menjadi ahli waris dengan syarat bisa
menunggangi kuda, mampu membunuh musuh dan mengambil harta rampasan. Bagi masyarakat
jahiliyyah seseorang yang lemah tidak memiliki nasab (tidak dapat mewaris jalur
nasab).
2.
Anak angkat
Seorang
laki-laki mengangkat anak laki-laki yang bukan keturunannya kemudian anak
angkat tersebut dapat menjadi ahli waris. Kemudian Allah telah membatalkan praktik waris sebab anak angkat
ini dan Allah telah menetapkan keharamannya di dalam syariat Islam karena
praktik waris sebab anak angkat ini adalah praktik menghubungkan anak kepada
selain bapaknya dan praktik ini termasuk dosa besar yang menyebabkan turunnya
murka dan laknat dari Allah Swt.
3.
Saling bersumpah
Praktik
waris dengan sebab saling bersumpah dilakukan oleh dua orang laki-laki,
misalnya laki-laki A dan laki-laki B. Laki-laki A berkata kepada laki-laki B
“Darahku darahmu, aku dapat mewarisimu dan engkau dapat mewarisiku, kamu
menolong aku dan aku menolong kamu” dan dapat pula dengan redaksi lain yang
memiliki makna sama. Ketika salah satu dari mereka ada yang meninggal terlebih
dahulu, maka yang masih hidup dapat mewarisi harta kawan sesumpahnya. Contoh :
A dan B saling bersumpah kemudian A meninggal dunia, maka B dapat mewarisi
harta A.
Sistem
pembagian warisan pada masa permulaan Islam
Adapun
sebab seseorang bisa mewaris pada masa permulaan Islam adalah sebagai berikut:
1.
الهجرة
yaitu pindah dari makah menuju madinah bersama Rasulullah. Orang yang ikut
hijrah bisa mewaris kepada sesama orang yang hijrah lainnya meskipun tidak
memiliki hubungan kekeluargaan, sedangkan orang yang tidak hijrah tidak bisa
mewaris kepada orang yang hijrah meskipun memiliki hubungan kekeluargaan.
Contoh: Zaid memiliki anak bernama Ni’am dan Zaid memiliki tetangga bernama
Bakar. Suatu hari Zaid dan Bakar ikut hijrah bersama Rasulullah, sedangkan
Ni’am tidak ikut hijrah. Beberapa hari kemudian Zaid meninggal dunia, maka
Bakar bisa mewaris kepada Zaid meskipun ia tidak memiliki hubungan
kekeluargaan, sedangkan Ni’am tidak bisa mewaris kepada Zaid karena ia tidak
ikut hijrah.
2.
المأخاة
yaitu persaudaraan antar sesama orang islam. Praktik cara ini adalah sebagai
berikut:
Ada dua orang menemui Nabi Muhammad untuk ditetapkan
sebagai saudara, setelah Nabi menetapkan saudara kepada dua orang tersebut maka
keduanya bisa saling mewaris.
Perlu diketahui bahwa kedua praktik pembagian warisan
di atas telah dihapuskan dengan turunnya ayat Al-Qur’an yang mengatur tentang
warisan. Adapun hikmah ditetapkannya sistem pembagian warisan pada permulaan
Islam adalah sebagai berikut:
a. Karena kondisi umat Islam sangat memprihatinkan dan pemikiran serta kondisi umat Islam saat itu membutuhkan pertolongan satu sama lain, maka dilaksanakanlah praktik waris sebab hijrah
b. Karena keluarga orang Islam saat itu masih banyak yang musyrik sehingga mereka menetapkan saudara dengan muslim yang lain.