Abstrak
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang menjadikannya sebagai negara yang memiliki potensi zakat yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah Peran Zakat Digital Di Masa Pandemi Dan Masa Teknologi 4.0 Metode penelitian yang digunakan ialah kualitatif dengan studi literatur. Maka amil zakat harus bersinergi satu sama lain dalam mencapai tujuan zakat yang mulia, terlebih masifnya penggunaan teknologi pada era ini dapat dijadikan peluang untuk mengoptimalkan peran dan eksistensinya. Keberadaan CPS, IoT, IoS, atau artificial intelegence diharapkan dapat membawa dampak signifikan untuk membuat suatu platform multiguna yang memudahkan akses para muzaki dan calon muzaki.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Berdasarkan global religious
future (2019) penduduk muslim di Indonesia mencapai 87% dari populasi
(2011) dan akan mencapai 229,62 juta jiwa di tahun 2020. Maka kerap dijumpai
agama Islam dengan berbagai gerakan atau Ormas (Organisasi Masyarakat) terdapat
di Indonesia seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Persatuan Islam, Nahdatul
Wathon, Salafi, Ikhwanul Muslimin dan lain sebagainya. Kelebihan yang dimiliki
tersebut menjadikan Indonesia mempunyai potensi yang dinilai solutif untuk
meretas sub-masalah ekonomi global yakni kemiskinan. Persoalan kemiskinan
merupakan salah satu persoalan krusial yang tengah dihadapi oleh bangsa
Indonesia saat ini, apalagi saat ini kondisi perekonomian global sedang
mengalami krisis pangan dan krisisenergi (Beik 2009).
Potensi zakat di Indonesia yang besar secara demografis hal ini didukung dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh BAZNAS (Badan Zakat Nasional) bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) IPB dan Islamic Development Bank (2009) menyebutkan bahwa potensi zakat nasional mencapai angka 3,40% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp. 217 Triliun. Potensi zakat yang mencapai Rp 217 triliun pertahun merupakan peluang bagi Badan amil zakat dalam memaksimalkan kinerjanya sehingga dana zakat tersebut dapat bermanfaat dalam mengentaskan kemiskinan (Pratama 2015). Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan, setiap agama dan negara di dunia memiliki peran dan cara bagaimana untuk membrantasnya dan Islam memiliki solusi yang tersurat pada Rukun Islam ialah zakat.
Para ulama di dunia telah
berusaha untuk merumuskan bagaimana dana zakat agar terhimpun dan terdistribusi
secara efektif dan efisien. Menurut Qardhawi, Ulama memiliki
pandangan-pandangan tentang pengelolaan zakat sebagai berikut: Pertama,
para ulama sepakat bahwa yang berhak mengumpulkan zakat pada harta tetap dan
mendistribusikannya adalah pemimpin yang ada pada suatu daerah kaum muslimin.
Hal ini tidak boleh ditangani secara perorangan, termasuk pendistribusiannya.
Hal ini dilandaskan pada dalil dari sabda Rasulullah, bahwa Rasulullah
memerintahkan utusan dan para pekerjanya untuk mengumpulkan zakat dari kaum
Muslimin, dan Rasulullah sendiri pulalah yang memaksa kaum muslimin agar mereka
menunaikan zakatnya untuk kepentingan negara, dan memerangi orang yang menolak
untuk menunaikannya. Kedua, para ulama telah sepakat bahwa pengumpulan
dan pendistribusian zakat pada harta bergerak, baik berupa uang maupun barang
dagangan, dilakukan oleh pemimpin. Iman Al-Razi ketika menafsirkan surat al-Taubah
ayat 60, beliau menjelaskan bahwa zakat berada di bawah pengelolaan pemimpin
atau pemerintah. Dalil ini juga menunjukkan, bahwasanya Allah menjadikan setiap
panitia zakat bagian dari zakat itu sendiri, yang kesemuanya ini menunjukkan
atas kewajiban dalam menunaikan tugas yang dibebankan. Perzakatan di Indonesia
memang memiliki potensi yang besar dan dapat menjadi alternatif bagi
permsalahan kesenjangan sosial dan/ atau ekonomi masyarakat dewasa ini. Namun
berdasarkan data yang ditemukan realisasi dari potensi zakat belum optimal
bahkan kurang dari 50% dari potensi itu sendiri, walaupun berangsur membaik
dari tahun ke tahun
Tahun |
Pengelola
zakat |
Jumlah
Dana |
Presentase
|
||
2015 |
Baznas
|
94.068.893.820
|
2,58% |
||
2015 |
Baznas
Provinsi |
1.528.106.684.692
|
41,86%
|
||
2015 |
Baznas
Kab/ Kota |
||||
2015 |
LAZ |
2.028.193434.453
|
55,56%
|
||
Total |
3.650.396.012.964
|
100% |
|||
2016 |
Baznas
|
111.690.914.428
|
2,23% |
||
2016 |
Baznas
Provinsi |
192.609.000.494
|
3,84% |
||
2016 |
Baznas
Kab/ Kota |
3.311.742.042.024
|
66.01%
|
||
2016 |
LAZ |
1.401.248.170.005
|
27,93%
|
||
Total |
5.017.293.126.950
|
100% |
|||
2017 |
Baznas
|
153.542.103.405
|
2,47% |
||
2017 |
Baznas
Provinsi |
448.171.189.258
|
7,20% |
||
2017 |
Baznas
Kab/ Kota |
3.426.689.437.619
|
55,05%
|
||
2017 |
LAZ |
2.195.968.539.189
|
35.28 |
||
Total |
6.224.371.269.471
|
100% |
|||
Dinamika zaman terus bergulir, namun syaiat-syariat dalam hidup harus tetap tertanam pada insan-insan yang bertaqwa. Maka dengan memasifkan teknologi yang ada pada dewasa ini akan sangat membantu OPZ merekrut para muzaki dan muzaki dengan mudahnya dapat melaksanakan kewajibannya dengan cara yang lebih efisien. Maka diharapkan keakuntanbilitasan dan transparansi dapat diketahui secara andal sekaligus meningkatkan sistem-sistem komputerisasi atau database pengelola dana zakat.
Selaras dengan pendapat Ketua Baznas, Bambang
Sudibyo dalam Afiyana et al. (2019) yang menyatakan bahwa di tingkat nasional
zakat yang dikumpulkan di badan amil resmi masih kecil sekali dibandingkan
ruang pengumpulan zakat yang besar. Dalam penelitian Permana (2016) LAZ harus
tanggap melayani masyarakat. Daya tanggap meliputi dua aspek yaitu responsif
terhadap kebutuhan muzaki dan responsif terhdap kebutuhan mustahiq. LAZ harus
berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap adil medistribusikan dana ZIS kepada
pihak-pihak yang berhak mendapatkannya yang akan menciptakan harmonisasi
sosial.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada bagaimana seharusnya amil zakat bertindak pada era digital ini agar dana zakat terhimpun dengan optimal maka tujuan dari penelitian ini adalah memberikan strategi konkrit berupa teknik pengelolaan yang terintegritas dengan teknologi CPS, IoT, IoS, atau artificial intelegence terhadap lembaga amil zakat di Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0 untuk menuju tata kelola zakat yang baik (good zakat governance).
Metode
Metode penulisan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis library research yang mana permasalahan penelitian didasari pada data-data dalam literatur. Menurut Moloeng (2007) penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian historik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode kualitataif. Sumber dalam penelitian ini adalah data skunder bersumber dari studi pustaka berbagai dokumen, literatur yang berkaitan dengan permasalahan atau topik Penelitian Penulis.
Hasil dan
Pembahasan
Memasuki era Teknologi
4.0 banyak sekali kegiatan manusia serta organisasi yang dimudahkan oleh
masifnya penggunaan teknologi. Sejalan dengan penelitian menyebutkan bahwa
Teknologi 4.0 berupa rantai smart factory, CPS, IoT , dan IoS. Hal ini
mengartikan bahwa segala infromasi dapat diperoleh dengan cepat untuk
pengambilan suatu keputusan. Smart factory berhubungan dengan memonitor
proses fisik dengan modular dan teknologi CPS yang disampaikan secara virtual
dan dilakukannya desentralisasi pengambilan keputusan. IoT (Internet of
Thing) adalah aplikasi layanan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap pemangku
kepentingan secara internal maupun antar organisasi sehingga terdapat banyak
peluang untuk memaksimalkan peran amil zakat di Indonesia dalam meningkatkan
tata kelolanya untuk tercapainya tujuan zakat yang mulia. Sejalan dengan penelitian
Maesaroh, Fauziyah, dan Economics (2020) bahwa dewasa ini masyarakat (pengguna
teknologi) cenderung menyukai cara-cara yang instan dan mudah untuk dipahami
seperti halnya membayar zakat. Maka dengan memanfaatkan artificial
intelegence para penggiat zakat dapat mengaplikasikannya ke dalam sistem
perzakatan di Indonesia dengan keterhubungannya antara CPS, IoT, dan IoS untuk
menginovasikan berbagai program-program zakat yang akan mengundang perhatian
khusus para dan/ atau calon muzaki untuk menunaikkan zakatnya.
Pembuatan platform aplikasi e-zakat yang
mencakup kebutuhan muzaki dan calon muzaki. Pengoptimalkan potensi media dalam
hal ini terdukung oleh data dari APJII (2016) yang menyatakan bahwa jumlah
pengguna internet di Indonesia mencapai 86,3 juta atau setara dengan 65% dari
seluruh masyarakat Indonesia. Kemudahan akses dengan one tool a thousand
benefit sangat diharapkan oleh masyarakat dalam upaya merealisasikan
potensi zakat dan juga mempertahankan eksistensi amil zakat itu sendiri.
Mengingat kembali keterhambatan realisasi zakat di Indonesia bukan hanya dipicu
oleh kurangnya pengetahuan masyarakat, namun juga dikarenakan keterafiliasian
amil zakat dengan partai politik yang menyebabkan turunnya kepercayaan publik
dan merusak eksistensi dari amil zakat di Indonesia. Memanfaatkan keterlibatan
masifnya penggunaan teknologi pada dewasa ini (Teknologi 4.0) dapat dijadikan
peluang untuk menunjukan hal tesebut agar asumsi-asumsi yang beredar dapat
diminimalkan dengan membuat platform yang terintegrasi antar lembaga
amil zakat yang di dalamnya dapat menunjukan ketransparansian distribusi dan keakuntanbilitasan
pelaporan keuangan yang dapat diakses oleh umum.
Upaya ini diwujudkan
supaya masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pengelola zakat
sehingga dapat mendistribusikannya kepada lembaga dan tidak lagi secara jalur
pribadi. Hal ini tentu dapat menjadi salah satu faktor agar potensi zakat dapat
dioptimalkan dan lembaga zakat memiliki tata kelola yang baik atau good
zakat governance yang
mengharuskan keberadaan informasi menjadi lebih transparan, dapat dipertanggung
jawabkan, dan dipertanggung jelaskan untuk menjaga kepercayaan dan eksistensi
instansi. Nana (2019) menyatakan bahwa zakat semakin hari semakin meningkat
manfaatnya bagi umat tak bisa dipandang sebelah mata pengelolaannya. Ia harus
diurus oleh orang-orang yang jujur, amanah, dan kreatif. Harus ada jiwa
inovatif juga dari para aktivis dan penggerak zakat, sehingga semakin ke sini gerakan
zakat semakin sesuai zaman dan mampu tampil menjadi gaya hidup kelas menengah.
“zakat itu diambil dari orangkaya, untuk dikembalikan kepada orang miskin
mereka” (HR. Bukhari 7372).
Walaupun Baznas sedang
mengembangkan beberapa platform sebagai upaya merealisasikan potensi
zakat di Indonesia antara lain situs dan aplikasi Muzaki Corner, Commercial
Platform dengan bekerja sama dengan fintech dan e-commerces, social
media platform sebagai iklan di media sosial, Artificial Inteligence
Platform berupa kampanye menggunakan data kependudukan dan pencatatan
sipil. Hal tersebut cenderung berlebih mengingat masyarakat lebih tertarik
dengan hal-hal yang sederhana dalam mengakses sesuatu. Sebenarnya peran artificial
inteligence sudah dapat kita rasakan saat ini dalam bidang apapun. Akan
menjadi lebih baik jika hanya dengan satu alat masyarakat akan mendapatkan
segala hal yang diperlukannya. Misalnya dengan menyediakan suatu platform sudah
mencakup berbagai informasi mengenai zakat misalnya golongan yang diwajibkan
untuk dihisab, kalkulator zakat, layanan pembayaran zakat sesuai dengan amil
yang kita inginkan beserta programnya serta rekapitulasi otomatis jumlah zakat
yang terhimpun dari muzaki dan yang terdistribusi kepada mustahiq baik secara
per-lembaga maupun Secara keseluruhan.
Secara zakat mempunyai 3 value
chain utama yakni penghimpunan, pengelolaan dan penyaluran dana. Adapun
kegiatan penghimpunan mencakup dari segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengumpulan dana zakat dari muzakki mulai dari upaya sosialisasi hingga
penyimpanan dana zakat yang telah berhasil dikumpulkan. Dewasa ini ada banyak
lembaga amil zakat yang sudah masuk dalam kategori well-established dan
dipercaya oleh masyarakat serta juga dilengkapi dengan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang secara legal. OPZ ini akan
menjadi dana ifaq atau shadaqah lainnya yang memiliki peluang menjadi basis
pendanaan serta prtofolio penghimpunan yang lebih kuat.
Meski demikian masih terdapat
kelemahan yang harus di evaluasi dalam upaya optimalisasi penghimpunan dana
zakat yaitu kebijakan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) belum memiliki sifat yang
memaksa serta tersentral sehingga menjadikan kendala dalam pemetaan muzakki. Tidak
hanya itu, masyarakat juga masih kurang pengetahuannya tentang zakat produktif
sehingga menjadikan dominasi pengelolaan zakat yang masih parsial dan
perseorangan terjadi.
Zakat mempunyai dampak yang positif terhadap perekonomian pada suatu
bangsa khususnya pada agregrat konsumsi, investasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal
ini tentunya telah diuji pada berbagai studi teortis serta empiris bahwa pada
dasarnya transfer zakat dari masyarakat yang lebih kaya kepada kelompok miskin
yang masuk kedalam 8 asnaf zakat akan sangat memungkinkan terjadinya
peningkatan daya beli (kesejahteraan ekonomi). Bagi masyarakat menengah
kebawah, dengan meningkatnya konsumsi juga akan mendorong peningkatan
produktivitas serta kesejahteraan rumah tangga. Zakat juga berimplikasi terhadap
dampak positif terhadap investasi dengan cara mewajibkan pada setiap penumpukan
dana atau sumberdaya yang tidak digunakan (menganngur). Maka terjadinya investment-switching
dari investasi pada aset-aset yang kurang begitu produktif ke
investasi pada sektor rill yang melibatkan aset-aset produktif.
Indonesia merupakan
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang memiliki potensi zakat
yang tinggi untuk meretas kemiskinan di Indonesia. untuk pengoptimalan dana
zakat di Indonesia maka dibutuhkan suatu tinjauan strategi bagi amil zakat
dalam melakukan pengelolaan zakat di era revolusi industri 4.0 salah satunya
ialah dengan diterapkannya tata kelola amil zakat yang baik atau good zakat
governance. Dalam Teknologi 4.0 ditandai dengan masifnya penggunaan
teknologi khususnya IoT dengan banyaknya pengguna internet maka strategi amil
zakat untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan amil zakat lainnya di Indonesia
dalam pemberian edukasi dan sosialisasi urgency dari zakat itu sendiri
akan dimaksimalkan lewat media dalam bentu promotif persuasif.
Ketransparansian amil zakat
dalam mengelola dana zakat juga harus ditingkatkan karena salah satu upaya dari
Teknologi 4.0 adalah kecepatan informasi yang bisa dipertanggung jawabkan. Maka diharapkan IoT dalam era ini dimasifkan sebagai
upaya pengelola zakat di Indonesia dapat menikmati kenyamanan dalam berzakat.
Zakat mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia, maka dari itu perbaikan dan inovasi dalam bidang zakat harus terus dikembangkan. Salah satu perkembangan pada zakat adalah dengan pengelolaaannya yang sudah menggunakan teknologi. Meskipun masih ada kekurangan dan kelemahan da;am pengelolaan zakat digital, seharusnya tetp menjadi evaluasi agar dapat diperbaiki untuk keberlanjutan zakat di Indonesia.
Referensi
Afiyana, Indria Fitri, Lucky Nugroho, Tettet
Fitrijanti, dan Citra Sukmadilaga. 2019. “Tantangan Pengelolaan Dana Zakat di
Indonesia dan Literasi Zakat.” Akuntabel 16 (2): 222–29. https://doi.org/10.29264/JAKT.V16I2.6013.
Amarudin,
Muchamat. “Modernisasi Penghimpunan Dana Zakat Di Era Indsutri 4.0”. 2020. Vol.
07 No. 01. 68-71
Atabik, Oleh Ahmad. n.d. “Manajemen
pengelolaan zakat yang efektif di era kontemporer.”
Beik, Irfan. 2009. “Analisis Peran Zakat Dalam
Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika.” Pemikiran dan
Gagasan 2 (January 2009): 45–53.
Canggih, Clarashinta, Khusnul Fikriyah, dan
Universitas Negeri Surabaya. 2017. “Potensi dan realisasi dana zakat
indonesia” 1: 14–26.
Maesaroh, Indah, Anisa Nurul Fauziyah, dan
Faculty Islamic Economics. 2020. “Journal of Islamic Economic Scholar” 1
(1): 11–19.
Mahmudi, 2009. Penguatan Tata Kelola dan Reposisi
Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat. Ekonomi dan Bisnis Islam. 4,
72.
Moloeng, L. J, 2007. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Mufraini, M. A, 2006. Akuntansi Zakat dan
Manajemen Zakat. Jakarta : Media Group.
Permana, Agus. 2016. “Manajemen pengelolaan
lembaga amil zakat dengan prinsip good governance agus permana.”
Pratama, Yoghi Citra. 2015. “Peran
Zakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan ( Studi Kasus : Program Zakat Produktif
Pada Badan Amil Zakat Nasional )” 1 (1): 93–104.