ABSTRAK
Kehadiran era digital di masa teknologi 4.0 memungkinkan setiap manusia
untuk melakukan segala hal melalui gawainya, baik itu smartphone ataupun
laptop. Sejak adanya pandemi Covid-19, terjadi perubahan pola konsumsi
masyarakat yang cenderung beralih ke sektor digital. Hal ini merupakan peluang
yang sangat prospektif bagi zakat digital untuk meningkatkan presentase
penghimpunan zakat, sekaligus menjadi tantangan dalam pendistribusian dana
zakat mengingat dampak Covid-19 menyasar ke semua kalangan kelas masyarakat,
termasuk kaum muzakki. Sementara itu, jumlah mustahik (penerima manfaat)
semakin bertambah. Sosialisasi mengenai zakat digital sangat diperlukan untuk
mengetuk sanubari masyarakat bahwa betapa besarnya peran zakat terhadap
kelangsungan dan kemaslahatan kemanusiaan, apalagi di masa pandemi. Tujuan penulisan ini
adalah untuk mengetahui peran zakat digital dalam mengoptimalkan pengelolaan
dana zakat di masa pandemi Covid-19 dan masa teknologi 4.0. Metode yang
digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif.
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan data
analisis kajian kepustakaan (literature review). Hasil analisis menunjukkan bahwa
pengelolaan zakat digital sangat membantu dalam pelayanan masyarakat ditengah
kondisi pandemi seperti ini, ditunjang dengan kecanggihan teknologi yang
dibarengi dengan kegiatana sosialisasi online kepada masyarakat guna
meningkatkan sikap percaya terhadap lembaga pengelola zakat demi kesejahteraan
bersama.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia
sebagai negara berkembang tidak dapat lepas dari berbagai permasalahan ekonomi,
apalagi dunia saat ini sedang mengalami suatu musibah yaitu adanya pandemi
Covid-19. Pandemi ini tidak hanya berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat
saja, namun juga membuat ekonomi masyarakat menjadi lumpuh. Pendapatan
masyarakat menurun bahkan tidak ada sama sekali. Dampak selanjutnya adalah
bertambahnya jumlah penduduk miskin. Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi
umat manusia karena dapat menimbulkan berbagai tindakan kejahatan ataupun
kriminalitas akibat desakan ekonomi. Untuk memulihkan keadaan negara, tidak
dapat diselesaikan dengan hanya mengandalkan kebijakan pemerintah. Namun,
diperlukan kerjasama dari seluruh elemen, yaitu masyarakat, pemerintah, dan
organisasi social, seperti organisasi pengelolaan zakat (OPZ). Salah satu
tujuan dari organisasi pengelolaan zakat adalah menjadi wadah bagi umat Islam
dalam menyalurkan zakatnya. Hal ini menjadi momentum bagi lembaga-lembaga zakat
untuk ambil bagian guna membantu masyarakat yang terkena dampak dari musibah
pandemi Covid-19.
Dalam
Islam, zakat merupakan suatu kewajiban bagi yang memenuhi syarat untuk membayar
zakat. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga pemerintah yang
memiliki kewenangan dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat di Indonesia.
Sejalan dengan perkembangan teknologi 4.0, BAZNAS menciptakan program
pembayaran zakat secara digital melalui beberapa situs e-commerce yang ada di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan masyarakat Indonesia untuk membayar zakat. Semakin mudah pembayaran
zakat, maka akan semakin banyak kemungkinan muzaki yang membayar zakat dan
membuat peningkatan penerimaan zakat yang cukup signifikan. Peningkatan
penerimaan zakat akan turut membantu pertumbuhan perekonomian Indonesia yang
saat ini menurun akibat pandemi Covid-19 dan membantu meminimalisir tingkat
kemiskinan di Indonesia.[1]
Berdasarkan
penjabaran di atas, penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana peran zakat
digital dalam mengoptimalkan pengelolaan dana zakat di masa pandemi covid-19
dan masa teknologi 4.0. karena kemajuan teknologi digital yang semakin gencar
berkembang di masyarakat akan sangat meningkakan kualitas pengelolaan zakat dan
turut menyumbang peran yang besar di dalamnya di tengah kondisi pandemi yang
mana akan menjadi alternatif pelayanan kesejahteraan selain sesuai dengan
prosedur kesehatan juga akan menekan kemiskinan.
Landasan Teori
A.
Zakat
1.
Definisi Zakat
Zakat menurut
etimologi bahasa Arab artinya adalah membersihkan atau menumbuhkan,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT Q.S. Asy-Syams: 9.
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّهَا
“Sungguh beruntung orang yang
membersihkannya.”, yakni membersihkannya
dari segala kotoran.
Sedangkan menurut
terminologi para ulama fikih, zakat itu adalah memberikan harta tertentu
yang dimiliki untuk orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula.
Artinya, seorang hartawan yang hartanya telah mencapai nisab diwajibkan
untuk menyisihkan sebagian hartanya kepada orang-orang fakir atau
golongan lain yang berhak untuk menerimanya.[2]
2.
Hukum dan
Dalilnya
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Oleh karena itu,
hukum berzakat bagi orang yang sudah memenuhi syarat-syaratrya adalah fardhu ‘ain.
Zakat ini mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriah. Dalil kewajibannya antara
lain dari Al-Qur'an, hadits dan ijma'.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman, di antranya:
اَلّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا
الصَّلَوةَ وَاَتَوُا الزَّكَوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ
وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ
“(Yaitu) orang-orang
yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan sholat, menunaikan
zakat, dan menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
(Q.S. Al-Hajj: 41)
الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَآ ئِمُوْنَ
“Dan orang-orang yang
dalam hartanya disisihkan bagian tertentu.” (Q.S.
Al-Ma'arij: 24).
Adapun
hadits Nabi SAW banyak sekali riwayat yang menyebutkan kewajiban untuk berzakat,
di antaranya adalah riwayat Imam At-Tirmidzi dari Sulaim bin Amir, dari Abu
Umamah, dia mengatakan; aku mendengar khutbah Nabi SAW saat Haji Wada, beliau
bersabda,
اتَّقُوا اللهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا
شَهْرَكُمْ وَاَدُّوازَكَاة امْوَالِكُمْ وَاَطِيْعٌوا ذَا اَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا
جَنَّةَ رَبِّكُمْ.
“Bertakwalah kalian
kepada Allah, tegakkanlah shalat lima waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan,
tunaikanlah zakat harta kalian, dan patuhilah pemimpin kalian, maka niscaya
kalian akan masuk ke dalarn surge yang telah dipersiapkan oleh Tuhan kalian.”
At-Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini termasuk hadits hasan shahih. Banyak lagi
hadits-hadits lainnya. Adapun kewajiban berzakat juga diijma'kan oleh seluruh
ulama, bahkan seluruh kaum Muslimin, bahwa zakat adalah salah satu dari rukun
Islam yang lima.[3]
3.
Syarat Wajib
Zakat
a.
Mencapai usia
baligh
b.
Berakal sehat
c.
Beragama Islam
Maka dari itu tidak diwajibkan untuk berzakat bagi
orang kafir, baik itu kafir sedari dulu ataupun kafir murtad. Namun madzhab
Maliki dan Asy-Syaf’i tidak sependapat dengan pandangan madzhab Hanafi dan
Hambali tersebut.
Menurut madzhab Maliki, beragama Islam adalah syarat sah untuk menunaikan zakat, bukan
syarat wajib. Oleh karena itu orang kafir juga diwajibkan untuk berzakat
meskipun zakatnya tidak sah kecuali dengan memeluk agama Islam. Adapun jika
orang kafir telah masuk agama Islam, maka kewajiban berzakat di masa-masa
kekafiran mereka sudah gugur hukumnya.
Menurut madzhab
Asy-Syafi'i, zakat juga diwajibkan terhadap seorang murtad meskipun
masih tergantung, apabila dia kembali memeluk agama Islam maka jelas zakat itu diwajibkan
atas hartanya, dan dia harus menyisihkan harta tersebut. Jikapun dia mengeluarkan
zakatnya pada saat masih murtad, maka zakat itu tetap sah, begitu juga dengan
niatnya, karena niat berzakat bukan untuk ibadah, melainkan untuk membedakan antara
pengeluaran harta untuk zakat atau untuk yang lainnya. Adapun jika orang yang murtad
itu tidak kembali ke dalam agama Islam sampai dia mati, maka hartanya sudah menjadi
harta rampasan, dan tidak perlu lagi dizakatkan. Syarat beragama Islam ini
bukan hanya syarat wajib saja, melainkan juga syarat sah, karena zakat itu
tidak sah kecuali dengan niat, dan niat itu tidak sah jika berasal dari orang kafir.
Hal ini disepakati oleh tiga madzhab selain madzhab Asy-Syaf’i, karena menurut
madzhab Asy-Syafi'i, niat itu dapat dianggap sah jika berasal dari orang kafir
yang murtad.
d.
Kepemilikan
penuh
e.
Mencapai nisab
Nisab adalah batas harta yang ditetapkan dalam syariat
Islam untuk kewajiban berzakat. Batas nisab ini tidak selalu sama untuk semua
jenis harta.
f.
Mencapai haul
Harta yang hendak dizakatkan itu telah dimiliki selama
satu tahun penuh. Satu tahun yang dimaksud di sini adalah satu tahun menurut
perhitungan qamariyah (tahun hijriah) bukan syamsiyah (tahun masehi).
g.
Status merdeka
Maka dari itu tidak diwajibkan untuk dikeluarkan
zakatnya jika harta yang mencapai nisab dimiliki oleh hamba sahaya, meskipun
hamba sahaya itu seorang mukatib, yakni hamba sahaya yang mencicil uang
pembebasan dirinya.
h.
Nisabnya
terbebas dari hutang [4]
4.
Hal-hal yang
wajib dizakati
Hal-hal yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya itu ada lima macam
sebagai berikut:
a.
Hewan Ternak,
meliputi onta, sapi, dan kambing.
b.
Emas, Perak,
uang baik yang logam maupun kertas
Emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah
mencapai nisab. Adapun nisab untuk emas adalah dua puluh misqal, yang sama beratnya
dengan dua puluh dinar menurut para ulama, kecuali madzhab Hambali. Menurut
madzhab Hambali, berat dinar itu lebih ringan dari misqal, sedangkan nisab
untuk emas dengan ukuran dinar adalah dua puluh lima dinar. Satu misqal sama
dengan 4,25 gram. Jadi, dua puluh misqal itu sama dengan 85 gram emas, baik
yang sudah dibentuk ataupun belum. Sedangkan yang wajib dikeluarkan zakatnya
adalah 2,5 persen, yaitu 2,125 gram. Adapun nisab untuk perak adalah dua ratus
dirham. Satu dirham sama dengan 2,975 gram. Jadi, dua ratus dirham itu sama dengan
595 gram, baik yang sudah dibentuk ataupun belum. Sedangkan yang wajib
dikeluarkan zakatnya adalah 2,5 persen yaitu 14,875 gram. Jumhur ulama sepakat
bahwa uang juga wajib dikeluarkan zakatnya, karena uang di zaman sekarang telah
digunakan sebagai alat transaksi seperti halnya emas atau perak di zaman
dahulu, dan uang itu dapat ditukarkan dengan emas atau perak tanpa kesulitan
sama sekali.
c.
Zakat
Komoditas Perniagaan
Komoditas perniagaan adalah harta yang wajib dizakatkan
selain emas dan perak. Tiga madzhab selain madzhab Maliki sepakat bahwa emas
dan perak sama sekali tidak masuk dalam komoditas perniagaan, dan hukum zakatnya
berbeda satu sama lain, sedangkan menurut madzhab Maliki, apabila emas atau
peraknya belum dicetak (belum dapat dijadikan alat tukar) maka hukumnya masuk
ke dalam komoditas perniagaan, bukan masuk dalam hukum emas atau perak yang
sudah dicetak. Komoditas perdagangan ini meliputi pakaian, besi, atau
jenis-jenis barang lain yang biasanya dapat diperjual belikan. Oleh karena itu
apabila seseorang memiliki barang niaga ini dan sudah memenuhi syarat-syaratnya
maka dia wajib mengeluarkan zakat dari barang-barang tersebut sebanyak
dua setengah persen dari seluruh komoditasnya.
d.
Zakat
Hasil Bumi dan Pertambangan
e.
Zakat
Hasil Perkebunan dan Pertanian[5]
5.
Golongan Para
Penerima Zakat
Golongan yang berhak untuk menerima zakat
berjumlah delapan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
اِنَّمَا الصَّدَقَتُ لِلْفُقَرَآءِوَالْمَسَكِيْنِ وَالْعَمِلِيْنَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ
اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya
(mualafl), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang,
untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (Q.S. At-Taubah:
60)
Penjelasan
definisi dan hukum untuk masing-masing golongan sebagai berikut.
a.
Menurut
madzhab Hanafi, orang fakir adalah orang yang memiliki harta sedikit, kurang
dari nisab zakat, atau setara dengan nisab namun tidak penuh karena habis untuk
memenuhi kebutuhannya, dan dengan kepemilikannya atas nisab tersebut tidak
membuatnya keluar dari status kefakiran yang diperbolehkan untuk menerima
bagian zakat. Namun jika
ada orang fakir yang memiliki ilmu agama, maka dia lebih berhak lagi untuk
menerima zakat tersebut.
b.
Orang
miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki harta sedikitpun hingga dia
harus meminta-minta agar dia dapat makan dalam kesehariannya, atau agar dia
dapat menutupi tubuhnya dengan pakaian.
c.
Amil
zakat adalah orang yang diangkat oleh imam sebagai petugas yang menerima dan
mengumpulkan zakat. Adapun amil zakat ini boleh mengambil bagian dari zakat
sesuai dengan apa yang dikerjakannya.
d.
Riqab
(budak) adalah para hamba sahaya, terutama mereka yang berusaha untuk mengangsur
sejumlah harta kepada tuannya sebagai pembebasan dirinya di suatu hari nanti
(budak mukatib).
e.
Gharim
(orang yang berhutang) adalah orang yang memiliki harta mencapai nisab namun
setelah hartanya diserahkan untuk membayar hutang maka hartanya tidak lagi
mencapai nisab. Adapun memberikan zakat kepada orang yang berhutang ini lebih
afdhal daripada memberikannya kepada orang fakir.
f.
Fi
sabilillah (untuk jalan Allah) maksudnya adalah orang-orang fakir yang kehabisan
harta karena mereka sibuk berperang di jalan Allah.
g.
Ibnu
sabil (musafir) adalah orang yang melakukan perjalanan jauh dan kehabisan
ongkos. Musafir boleh diberikan zakat namun hanya sekadar menutupi kebutuhannya
saja, karena lebih afdhal baginya untuk berhutang daripada menerima zakat.
h.
Adapun
untuk muallaf, sejak zaman kekhalifahan Abu Bakar terdahulu golongan muallaf
ini sudah tidak diberikan jatah untuk menerima zakat lagi (hukumnya terhenti
setelah Rasulullah SAW wafat dan Islam sudah berjaya).[6]
B.
Zakat Digital
Zakat
digital merupakan program Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dalam
mengembangkan strategi pemanfaatan platform media digital sebagai instrumen
pembayaran zakat yang sudah dimulai sejak tahun 2016. Ada lima platform yang
disediakan BAZNAS untuk mendorong zakat digital. Pertama, BAZNAS platform,
yakni melalui website BAZNAS dan program aplikasi bernama Muzaki Corner. Kedua,
Commercial Platform, yakni mengembangkan kerja sama dengan e-commerce, seperti
Lazada, Shopee, Blibli, Elevenia, JD.ID. BAZNAS juga bekerja sama dengan
layanan Fintech, seperti OVO, Gopay, Linkaja, dan lainnya. Ketiga, Social Media
Platform, di mana BAZNAS mendorong iklan dan kampanye melalui sosial media
untuk mengajak masyarakat berzakat, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, dan
sebagainya. Keempat, Innovative Platform, yakni BAZNAS membuat layanan yang
sifatnya inovasi yaitu melalui QR code. Kelima, Artificial Intelligence
Platform, di mana BAZNAS dalam berkampanye menggunakan Chatbot pada aplikasi
LINE bernama Zavira (Zakat Virtual Assistant) yang dapat ditemui di aplikasi
LINE dengan nama akun @baznasindonesia, dan juga donasi menggunakan Augmented
Reality. Saat ini BAZNAS sesuai arahan MUI dan pemerintah sudah membuka layanan
zakat fitrah secara online yakni di web baznas.go.id/zakatfitrah, Kitabisa di
kitabisa.com/zakatfitrah, Tokopedia di bitly/zakat-fitrah-tokopedia, dan shopee
di bit.ly/zakat-fitrah-shopee.
Terkait
dengan hukum zakat online telah banyak dibahas oleh para ustaz dan ulama bahwa
hukumnya dibolehkan. Apapun yang memudahkan seseorang menunaikan kewajiban
zakatnya tanpa melanggar hal-hal syar’i maka pada dasarnya hukumnya adalah
boleh, termasuk dalam hal ini adalah membantu memudahkan zakat secara online.
Zakat secara online tidak mengurangi syarat sahnya berzakat. BAZNAS telah
menyediakan system sedemikian rupa untuk menjawab keraguan praktik ibadah zakat
dengan system online. Dengan adanya zakat online BAZNAS, diharapkan dapat
mempermudah masyarakat dalam menunaikan zakatnya dalam kondisi pandemic Covid-19
yang tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Selain itu BAZNAS juga
berkomitmen akan menyalurkan zakat yang dihimpun melalui online ini bagi para
mustahik yang membutuhkan melalui lembaga-lembaga program yang dimiliki oleh
BAZNAS.[7]
Menurut
(Arifin Purwakananta, 2018) bahwa program Zakat Digital yang dikembangkan
BAZNAS diyakini akan mendongkrak pengumpulan zakat, infak dan sedekah di Indonesia.
Pengggunaan financial technology sekitar 5 persen dari keseluruhan transaksi ekonomi.
Zakat Digital mencoba mendorong porsi 10 persen dari keseluruhan dana zakat
yang dihimpun. Zakat digital merupakan cara BAZNAS untuk mengajak sebanyak mungkin
masyarakat menjalankan ibadah zakat. Jika semua Muslim berzakat, maka dana
zakat yang diperoleh baik oleh Baznas maupun LAZ akan lebih besar. Dana zakat
itu kemudian akan disalurkan kepada orang yang membutuhkannya atau disebut
mustahik.[8]
C.
Pandemi
Covid-19
Covid-19
yang melanda dunia sekarang ini merupakan bagian dari virus yang menyebabkan
terjadinya perubahan kondisi tubuh seperti sesak nafas, batuk, demam, nyeri
tenggorokan dan perubahan kondisi tubuh lainnya. Virus ini seperti common
cold atau pilek dan penyakit yang serius seperti MERS dan SARS. Penularannya
dari hewan ke manusia (zoonosis) dan penularan dari manusia ke manusia sangat
terbatas. Penyebaran virus covid-19 masih belum jelas bagaimana penularannya,
hipotesis penyebaran virus covid-19 berawal dari saling berinterasksi antara
manusia dan hewan, karena kasus-kasus yang muncul di Wuhan semuanya
mempunyai riwayat kontak dengan pasar hewan di Huanan (Kementerian Kesehatan,
2020). Di Indonesia penyebaran kasus positif pertama kali di publikasi pada
tanggal 2 maret 2020. Oleh karenanya Pemerintah segera merespon cepat dengan mengeluarkan
berbagai langkah kebijakan seperti himbauan melakukan physical serta social
distancing dan langkah serius yang diambil pemerintah untuk memutuskan
rantai penyebaran covid-19 ini yakni dengan membuat kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).[9]
D.
Teknologi
4.0
Teknologi
4.0 atau Revolusi Industri 4.0 hadir menggantikan industri 3.0 ditandai dengan cyber
fisik dan kolaborasi manufaktur. Istilah industri 4.0 sendiri muncul dari
sebuah proyek yang diprakarsai oleh Jerman untuk mempromosikan komputerisasi
manufaktur. Sebagaimana Lee menjelaskan bahwa revolusi industri 4.0,
peningkatan legitimasi didorong oleh empat faktor. Pertama, peningkatan
volume data, kekuatan komputasi, dan konektifitas. Kedua, munculnya
analisis, kemampuan dan kecerdasan bisnis. Ketiga, terjadinya bentuk
interaksi baru antara manusia dengan mesin. Keempat, perbaikan intruksi
transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Prinsip
dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem dengan menerapkan
jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan
satu sama lain secara mandiri.
Hermann
(2016) menambahkan, ada empat desain prinsip Industri 4.0. Pertama, interkoneksi
yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi
melalui Internet of Things atau Internet of People. Prinsip ini
membutuhkan kolaborasi, keamanan dan standar. Kedua, transparansi
informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan
virtual, salinan fisik dengan memperkaya modal digital dengan data sensor
termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis
yang meliputi kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan menggabungkan
dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan
memecahkan masalah mendesak dalam waktu yang sangat singkat. Keempat, keputusan
terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat
keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin.[10]
METODE
Metode yang digunakan
dalam tulisan ini adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif dengan
analisis kajian studi kepustakaan (literature
review) terkait dengan peran zakat digital dalam mengoptimalkan pengelolaan
dana zakat untuk mengatasi krisis ekonomi di masa pandemi khususnya dan masa
teknologi 4.0. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan
memaparkan, melukiskan, dan melaporkan segala keadaan objek yang diteliti
sebagaimana adanya tanpa menarik suatu kesimpulan.[11]
Adapun studi kepustakaan adalah studi yang objek penelitiannya dapat berupa
karya-karya kepustakaan baik berupa jurnal ilmiah, buku, artikel dalam media
massa, maupun data-data statistika. Sedangkan strategi pengumpulan datanya
dengan melakukan penelusuran data sekunder.[12]
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Revolusi
industri 4.0 yang gencar digaungkan serta didukung oleh gerakan nasional Making
Indonesia 4.0, semakin menunjukkan eksistensi dan urgensi digitalisasi pada
semua aspek. Tak terkecuali dalam hal penghimpunan dana oleh lembaga
filantropi, termasuk zakat. Zaimah menyebut, sebagaimana dikutip dari
Purwakananta (2010), bahwa mekanisme dan proses penghimpunan zakat, akan
bergeser mengikuti arah perkembangan zaman saat ini, yaitu melalui pemanfaatan
media online.[13]
Dalam sistem pelaksanaan zakat digital ini, perlu dilakukan strategi
sosialisasi kepada masyarakat agar komunikasi antara lembaga zakat dan
masyarakat bisa berlangsung serta menjadi penentu kepercayaan masyarakat kepada
lembaga zakat yang mengadakan sosialisasi tersebut.
Proses
sosialisasi pengelolaan zakat kepada masyarakat, akan mengalami kendala dan
kesulitan jika tidak dibantu dengan teknologi media yang saat ini semakin
berpengaruh terhadap kehidupan. Masyarakat yang sudah mendominasi dengan dunia
teknologi online turut menjamin tercapainya target dakwah atau sosialisasi
zakat sejalan dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat. Kurangnya tingkat kepercayaan dari masyarakat terhadap lembaga
zakat sangat mungkin untuk dihilangkan dengan cara membangun suatu sistem tata
kelola organisasi yang baik khususnya tata kelola terkait administrasi,
pengawasan, dan pelaporan keuangan. Komunikasi yang terjalin antara OPZ dengan
muzaki yang baik, dapat meningkatkan penghimpunan zakat yang dibayarkan oleh
para muzaki dan kepercayaan akan terbangun untuk modal utama bagi OPZ untuk
dapat menarik para muzaki menyalurkan zakatnya melalui OPZ.
Di
samping itu, penataan petugas dan pegawai amil juga perlu diperhatikan dengan
cara melakukan rekruitmen petugas amil yang memenuhi kriteria tertentu yang
mendukung profesionalitas institusi lembaga zakat tersebut. Di antaranya dengan
pemilihan petugas yang memiliki sikap adil, jujur, dapat dipercaya, mempunyai
kemampuan teknologi yang mumpuni serta penghitungan zakat yang benar, tidak
zalim, dan tidak menerima hadiah terkait tugasnya. Digitalisasi
zakat menjadi salah satu program yang menjadi fokus saat ini dari Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) guna memberikan kemudahan umat Islam dalam berzakat.
Program ini dicanangkan oleh BAZNAS dengan bekerjasama kemitraan fundraising
platform di Indonesia. Zakat digital ini diyakini
akan meningkatkan pengumpulan zakat, sedekah, dan infak di Indonesia dengan
menggunakan financial technology sekitar 5 % dari transaksi ekonomi
sehingga dapat mendorong 10 % dari keseluruhan dana zakat yang
dihimpun.[14]
Perlunya
peningkatan performa zakat digital dalam hal ini aplikasi misalnya mendorong
masyarakat untuk melakukan zakat dengan membangun ekosistem pemberdayaan masyarakat secara lebih
terintegrasi, misalnya pada program pemberdayaan ekonomi produktif perlu dibangun
dengan memanfaatkan teknologi digital. Selain untuk membangun ekosistem,
teknologi digital juga harus digunakan untuk membantu memfasilitasi usaha
mustahik agar mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Penyaluran zakat bukan
hanya soal ketepatan sasaran, melainkan juga pengembangan dan proses integrasi.[15]
Melihat
kondisi pandemi covid-19 yang sangat berpengaruh terhadap ekonomi, kini banyak usaha dari masyarakat
menjadi terhambat. Dengan kondisi seperti ini, perlu adanya alternatif
pelayanan yang tepat demi kesejahteraan masyarakat meskipun tengah mengalami
perubahan dalam banyak hal untuk tetap berjalan semestinya dengan lebih
memanfaatkan kecanggihan teknologi, tak terkecuali dalam hal pelayanan zakat.
Berikut tabel dari dampak covid-19 terhadap masyarakat.
Tabel. 1 Dampak Covid-19 Terhadap Ekonomi Masyarakat
No. |
Aktivitas ekonomi |
Dampak |
1.
|
UMKM |
Menurunnya aktifitas transaksi jual beli, bahan baku
produksi sulit di jangkau, distribusi produk terhambat, dan penyedia jasa
juga terkena dampak dari covid-19 |
2.
|
Karyawan |
Perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
sebagai dampak dari pandemi covid-19 |
3.
|
Jasa Transportasi |
Transportasi menjadi terhenti akibat kebijakan soal
social distancing dan physical distancing. |
4.
|
Pekerja harian |
Yang paling merasakan dampak ekonomi secara langsung
adalah pekerja harian informal. Dimana mereka harus kehilangan pekerjaan
hariannya karena kebijakan stay at home atau kebijakan PPKM. Seperti tukang
becak, juru parkir, ojek online, penjual makanan ringan dan lain-lain. |
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud pengelolaan
zakat adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan
tujuan dari pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan efisiensi pelayanan
dalam pengelolaan zakat , serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) sebagai institusi perantara yang menjembatani antara muzaki dengan
mustahiq, memerlukan suatu kepercayaan dari para muzaki untuk penghimpunan
zakat. Tidak dimungkiri bahwa muzaki akan “nyaman” memberikan dan
menyalurkan zakatnya kepada OPZ yang dinilai amanah, transparan, dan
professional. Hingga saat ini, kapasitas lembaga zakat dan kepercayaan
masyarakat, masih menjadi permasalahan umum yang dihadapi oleh kebanyakan OPZ
ditambah dengan keadaan yang terjadi saat ini.
Lestari
et al. (2015) mengutip pernyataan Purwakananta (2008) yang menyebut bahwa
lembaga zakat saat ini menghadapi lima tantangan yang dihadapi:[16]
1.
Penguatan
instansi,
2.
Tatanan zakat
nasional
3.
Insentif negara
terhadap gerakan kemasyarakatan
4.
Jaringan
5.
Konsistensi.
Lebih lanjut,
Lestari menjelaskan sebagaimana yang dikutip dari Zarkasi (2008), bahwa ciri
dari tata kelola organisasi yang baik adalah adanya transparansi atau
keterbukaan dalam pengelolaannya, serta akuntabilitas. Dua hal ini menjadi ciri
pembeda bagi suatu lembaga zakat yang menjaga nilai dan sistem tata kelola yang
baik, merupakan kunci utama bagi lembaga zakat dalam mendapatkan predikat
amanah.
Di
masa pandemi, BAZNAS telah menyalurkan dana zakat pada tiga sektor
pendistribusian yakni, darurat kesehatan, darurat ekonomi, dan keberlangsungan
program existing, yang mana total dana zakat yang didistribusikan mencapai Rp.
40.393.920.757 dan 466.666 mustahiq penerima manfaat. Program penyaluran ini
hanya berlaku pada masa pandemi yakni pada bulan april, mei, dan juni 2020.
Untuk program penanganan darurat ekonomi, BAZNAS telah menyalurkan dana sebesar
Rp. 27.100.081.223,. untuk masyarakat yang usahanya terkena dampak dari
covid-19, atau bantuan bagi mereka para buruh informal maupun formal, para
karyawan yang di PHK. BAZNAS juga telah memperluas titik gerai mikro bagi para
mitra pengusaha mikro untuk tanggap pandemi covid-19 di sejumlah daerah.[17]
Realisasi
program darurat ekonomi oleh BAZNAS RI terutama untuk memenuhi dan menjaga ketahanan
kebutuhan pokok masyarakat, pemerintah telah membuat kebijakan social distancing
dan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar untuk memutuskan mata rantai
penyebaran covid-19. BAZNAS RI juga mengajak para pekerja harian seperti ojek
online, sopir angkot dan lain-lain untuk bekerja sama dengan BAZNAS dalam
melakukan pembersihan lingkungan seperti penyemprotan disinfektan di area
publik dan atas kerja sama tersebut BAZNAS memberikan upah kepada mereka.
BAZNAS juga telah merealisasi program darurat ekonomi dengan memprioritaskan
dana zakat fitrah untuk mereka para keluarga-keluarga yang terkena dampak
covid-19. Baznas juga memberikan bantuan langsung kepada masyarakat yang
membutuhkan guna menjaga daya beli pada saat pandemi ini.
Disamping
itu BAZNAS juga menyalurkan dana zakat untuk melindungi usaha para mitra yang
terdampak covid-19 dengan penyesuaian seperti adaptasi bisnis di saat pandemi
covid-19 dan memberikan inovasi produk kepada mitra seperti usaha jahit dalam pembuatan
masker, hal ini dilakukan agar para mitra usaha tetap berjalan meski dikala
pendemi covid-19. Penggunaan zakat untuk penanganan musibah covid-19 yang
dijalankan oleh BAZNAS banyak manfaatnya. Hal ini sesuai dengan maqashid
syariah dalam Islam dengan tujuan untuk menjaga dan melindungi kebutuhan umum
manusia baik kebutuhan dharuriyyah, hajiyyah, dan tahsiniah.
Penggunaan
zakat untuk penanganan covid-19 selaras dengan tujuan dari syariah tersebut. Lembaga
zakat seperti BAZNAS telah melakukan program tanggap
bencana untuk mambantu pemerintah dalam menangani pandemi ini. Sehingga dengan
program yang dijalankan oleh Baznas dapat memberikan atau memenuhi kebutuahan
dasar para korban covid-19. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan dasar ini
diharapkan masyarakat dapat menjalankan ibadah dengan khusuk (hifdzul din),
sehat jasmani (hifdzul nafs), sehat rohani (hifdzul aql), dan pemenuhan rezeki
yang halal (hifdzul maal). Berikut penyajian tabel tinjauan maqashid syariah
terhadap penggunaan dana zakat dalam situasi pandemi covid-19.[18]
Tingkatan Maqashid Syariah |
Analisis maqashid |
Dharuriyah |
Dengan adanya bantuan dana zakat yang diberikan
kepada masyarakat tujuannya untuk menunaikan kebutuhan dasar mereka disaat
pandemi ini (dharuriyah). Kebutuhan dasar tersebut mencakup, makanan,
obat-obatan, bantuan langsung tunai, bantuan dana untuk ketahanan ekonomi
masyarakat sehingga dengan pemenuhan kebutuhan primer tersebut akan berdampak
terhadap perlindungan lima unsur dalam tujuan syariah yakni, perlindungan agama,
jiwa, akal, dan harta. |
Hajiyah |
Aspek ḥājiyah dimaksudkan untuk menghilangkan
kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur pokok menjadi
lebih baik lagi. Seperti Menambahkan peralatan-peralatan alat pelindung diri,
memberikan cek kesehatan secara rutin. Sehingga dengan tambahan tersebut
berdampak terhadap perlindungan diri bagi para penerima manfaat zakat. |
KESIMPULAN
Dari
pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengelolaan zakat dalam
sistem pelaksanaan zakat digital ini, perlu dilakukan strategi sosialisasi
kepada masyarakat agar komunikasi antara lembaga zakat dan masyarakat dapat
berlangsung serta membentuk kepercayaan masyarakat kepada lembaga zakat yang
mengadakan sosialisasi tersebut. Adanya tuntutan kemajuan zaman di era digital
ini, masyarakat berhak mendapatkan kemudahan untuk mengakses dan menerima
berbagai informasi, termasuk informasi terkait pengelolaan
zakat. Zakat digital diyakini akan membantu
meningkatkan pengumpulan dan mempermudah pengelolaan zakat, sedekah, dan infak
di Indonesia dengan menggunakan financial technology sekitar 5 % dari
transaksi ekonomi sehingga dapat mendorong 10 % dari keseluruhan dana zakat
yang dihimpun.
Dalam
program penyaluran dana sosial seperti zakat yang dilakukan oleh organisasi
pengelola zakat BAZNAS dan LAZ untuk penanganan covid-19 dimasa pandemi ini,
dilakukan program tanggap bencana untuk membantu pemerintah dalam menangani
pandemi ini. Sehingga dengan program yang dijalankan oleh Baznas dapat
memberikan atau memenuhi kebutuahan dasar para korban covid-19. Adanya pemenuhan
kebutuhan dasar diharapkan masyarakat dapat menjalankan ibadah dengan khusuk,
sehat jasmani, sehat rohani, dan pemenuhan rezeki yang halal.
Referensi
Buku:
Al-Juzairi, Syaikh
Abdurrahman. 2017. Fikih Empat Madzhab. Jil. 2. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Surahman, dkk. 2016. Metodologi Penelitian. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan.
Badan
Amil Zakat Nasional. 2020. Laporan BAZNAS Dalam Penanganan Pandemi Covid-19.
Jakarta: Puskas BAZNAS.
Jurnal:
Anwar, Saeful, “Revolusi Industri 4.0 Islam dalam Merespon
Tantangan Teknologi Digitalisasi”, Jurnal Studi Keislaman, (Vol. 8, No.
2, 2019).
Kadir, Afifuddin,
dkk., “Penggunaan Dana Zakat pada Korban Covid-19 Perspektif Maqashid Syariah”,
Journal of Islamic Law, (Vol. 1, No. 2, Juli/2020)
Khotimah, Winanda Qusnul
dan Meita Larasati, “Hubungan Keamanan Persepsian terhadap Intensi Muzaki
Membayar Zakat Menggunakan Aplikasi Digital”, Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam, (Vol. 3, No. 1,
Juni/2019).
Pujianto, Bunga Larasati dan Kristianingsih, “Analisis Program
Layanan Zakat Digital terhadap Penerimaan Zakat dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysist (DEA) pada Badan Amil Zakat Nasional”, Journal of
Applied Islamic Economics and Finance, (Vol. 1, No. 1, Oktober/2020).
Rohim,
Ade Nur, “Optimalisasi Penghimpunan
Zakat Melalui Digital”, Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, (Vol.
4, No. 1, Januari –Juni/2019).
Zaimah,
“Analisis Progresif Skema Fundraising Wakaf dengan Pemanfaatan E-Commerce di
Indonesia. Anil Islam, (Vol. 10, No. 2, 2017).
Internet:
HUMAS,
“BAZNAS Ajak Masyarakat Zakat Digital”, baznas.co.id, https://basnas.go.id/Press_Release/baca/BAZNAS_Ajak_Masyarakat_Zakat_Digital/531,
diakses tanggal 10 Juni 2021
Mukhtar,
Umar, https://www.republika.co.id/berita/qmen6m366/3-hal-perlu-dievaluasi-untuk-dorong-kinerja-zakat-2021,
diakses pada 11 Juni pukul 14.40.
[1] Winanda Qusnul Khotimah
dan Meita Larasati, “Hubungan Keamanan Persepsian terhadap Intensi Muzaki
Membayar Zakat Menggunakan Aplikasi Digital”, Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam, (Vol. 3, No. 1,
Juni/2019), hlm. 71.
[2]
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Fikih Empat Madzhab, Jil. 2, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2017), hlm. 422.
[3]
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Ibid., hlm. 422-424.
[4]
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Ibid., hlm. 424-432.
[5]
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Ibid., hlm. 432-472..
[6]
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Ibid., hlm. 473-474.
[7]
HUMAS, “BAZNAS Ajak Masyarakat Zakat Digital”, baznas.co.id, https://basnas.go.id/Press_Release/baca/BAZNAS_Ajak_Masyarakat_Zakat_Digital/531,
diakses tanggal 10 Juni 2021.
[8]
Bunga Larasati Pujianto dan Kristianingsih, “Analisis Program Layanan Zakat
Digital terhadap Penerimaan Zakat dengan Pendekatan Data Envelopment Analysist
(DEA) pada Badan Amil Zakat Nasional”, Journal of Applied Islamic Economics
and Finance, (Vol. 1, No. 1, Oktober/2020), hlm. 17.
[9]
Afifuddin Kadir, dkk., “Penggunaan Dana Zakat pada Korban Covid-19 Perspektif
Maqashid Syariah”, Journal of Islamic Law, (Vol. 1, No. 2, Juli/2020),
hlm. 109.
[10]
Saeful Anwar, “Revolusi Industri 4.0 Islam dalam Merespon Tantangan Teknologi
Digitalisasi”, Jurnal Studi Keislaman, (Vol. 8, No. 2, 2019), hlm.
19-20.
[11] Surahman, dkk., Metodologi Penelitian, (Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan , 2016), hlm. 11.
[12] Surahman, dkk., Ibid., hlm. 154.
[13]
Zaimah, “Analisis Progresif Skema Fundraising Wakaf dengan Pemanfaatan
E-Commerce di Indonesia. Anil Islam, (Vol. 10, No. 2, 2017), hlm. 285–316.
[14] Ade
Nur Rohim, “Optimalisasi Penghimpunan
Zakat Melalui Digital”, Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi,
(Vol. 4, No. 1, Januari –Juni/2019).
[15]
Umar Mukhtar, https://www.republika.co.id/berita/qmen6m366/3-hal-perlu-dievaluasi-untuk-dorong-kinerja-zakat-2021,
diakses pada 11 Juni pukul 14.40.
[16]
Lestari, dkk., “Identifikasi Faktor Organisasional dalam Pengembangan
E-Governance pada Organisasi Pengelola Zakat. MIMBAR, (Vol. 31, No. 1,
Juni/2015), hlm. 221-228.
[17]
Badan Amil Zakat Nasional, Laporan BAZNAS Dalam Penanganan Pandemi Covid-19,
(Jakarta: Puskas BAZNAS,
2020).
[18] Afifuddin Kadir, Op.
cit., hlm. 115.